Telah kuhabiskan waktu sendiri
hingga meranggas pucuk-pucuk cemara
pasrah saat angin mengirimnya
rebah terhempas ke bumi
Dulu pada suatu masa yang lama berlalu
pernah kulihat tari gemulai sang cemara
bersama angin melantunkan irama
lagu merdu mengalun indah di telingaku
Telah kuhabiskan waktu tanpa terasa
layu bunga-bunga sebab menua kini
menyatu bersama bumi
hampir tak pernah kuhitung masa
Helai-helai keperakan pun menghampiri
kulihat kelam menggantung di angkasa
gelap menutupi cahaya
hingga pekat tanpa sinar kembali
(Judita Sari Permadi)
KORUPSI ITU BAU KENTUT
Oleh: Wardjito Soeharso
Korupsi itu bau kentut. Ibaratnya, di suatu ruangan berkumpul para penguasa, tercium bau kentut. Mereka tahu, ruangan bau kentut, tapi karena mereka juga tahu, yang kentut mereka sendiri, ya dengan senang hati, bau kentut itu mereka nikmati. Begitulah, karena lebih banyak yang kentut, ruangan selalu berbau kentut. Bau kentut sudah menempel di seluruh bagian ruangan. Dinding, lantai, atap, pintu, jendela, meja, kursi, bahkan tubuh mereka pun sudah meruapkan bau kentut, karena bau kentut sudah menyatu dengan keringat di tubuh.
Dan karena semua sudah bau kentut, hidung mereka menjadi tidak sensitif alias kebal terhadap bau kentut. Bau kentut sudah bukan bau di dalam hidung mereka. Bagi mereka, kentut bukan lagi aib. Toh, tiap hari mereka kentut bersama, dan bersama pula menikmati baunya. Memang ada satu-dua yang tidak ikut-ikutan kentut, tapi karena ruangan sudah begitu bau, walau pun bau itu belum sampai menyatu dengan keringat, bau itu ikut menempel di baju. Alhasil, ke mana pun mereka pergi, selama masih memakai baju itu, bau kentut itu tercium juga, sehingga tetap saja dicurigai penguasa yang suka kentut.
Sementara itu, rakyat yang berada di luar ruangan, tahu belaka kalau ruangan itu menyebarkan bau kentut. Ketika para penguasa keluar ruangan dan berkumpul dengan rakyat, aroma kentut dengan jelas tercium oleh hidung rakyat. Cuma, rakyat tidak punya bukti untuk menuding penguasa mana yang sudah kentut. Bagaimana rakyat bisa menuding kalau ketika kentut pantat mereka tidak berbunyi? Itulah masalahnya! Mereka selalu kentut dengan diam-diam. Jadi, di antara mereka sudah ada semacam kesepakatan: boleh kentut kapan saja, tetapi kentut itu tidak boleh berbunyi. Kalau yang mendengar bunyi kentut kawan-kawan sendiri sesama penguasa, mereka bisa saling memaklumi. Lha, kalau yang mendengar bunyi kentut itu rakyat? Bisa runyam akhirnya. Rakyat jadi punya bukti otentik dan obyektif, siapa yang benar-benar sudah kentut, dan yang ketahuan bunyi kentutnya akan dituding beramai-ramai. Dihujat, dimaki, bahkan minta diadili hingga masuk bui.
Begitulah yang terjadi. Para penguasa tidak takut kentut selama pantatnya tidak berbunyi. Rakyat boleh tahu mereka kentut, tapi tidak boleh tahu siapa yang benar-benar kentut. Bunyi kentut sangat dihindari karena bisa menjadi bukti.
***
Hari-hari ini, bau kentut itu menyengat sekali. Rakyat sudah merasa muak dan mual dengan bau kentut. Rakyat marah melihat para penguasa yang masih saja tidak mengakui bau kentutnya sudah mencemari seluruh negeri. Ketika rakyat menuding, mereka malah ganti saling tuding-tudingan di antara mereka sendiri.
“Saya tidak kentut, dia, dia, dia, dan dia, yang kentut,” sambil tangannya tuding kanan, kiri, depan, dan belakang. Jadilah mereka sekarang tuding-tudingan, saling tuduh sebagai biang kentut. Mereka tidak sadar, ketika bicara pun, mulut mereka ternyata juga sudah meruapkan bau kentut, tidak kalah busuknya dengan bau yang keluar dari lubang kentut. Kalau sudah seperti itu, apa lagi bedanya lubang mulut dengan lubang kentut?
Dan rakyat dibuat lebih tergagap-gagap, ketika ada penguasa yang sudah ketahuan bunyi kentutnya. Ternyata, kecurigaan rakyat kalau penguasa suka kentut bersama, sekarang terbukti. Petinggi polisi, jaksa, hakim, pengacara, petugas pajak, bersama pengusaha sudah lama membentuk kelompok paduan suara ”kentut busuk” yang sering disebut mafia. Penguasa kok bergaul dengan pengusaha, yang jelas berbeda paradigma. Pengusaha adalah pengusaha. Dia selalu saja mencari untung, tidak peduli orang lain buntung. Dia juga tidak peduli, bila upeti yang diberikan membuat penguasa khianat kepada rakyat.
Sekarang rakyat tahu, ada hubungan apa antara penguasa dan pengusaha. Ternyata memang ada kolusi di antara mereka. Sudah sekian lama pengusaha mencekoki penguasa dengan upeti! Pantas saja, di mana ada penguasa, di situ ada pengusaha. Ibarat dua sisi mata uang, penguasa dan pengusaha menyatu dalam keping yang sama.
***
Maka, ketika rakyat menggugat agar penguasa tidak kentut lagi, mereka bingung sendiri. Walau badan bau kentut, mulut bau kentut, baju bau kentut, rumah bau kentut, hidung sendiri tidak pernah mencium bau kentut. Bau kentut sudah menjadi bagian dari dirinya, bagian dari hidupnya. Walau rakyat teriak mereka bau kentut, mereka tidak peduli. Di hidung mereka, bau kentut sudah berubah menjadi parfum wangi.
Kalau sudah begini, masihkah ada solusi? Tentu ada! Rakyat harus berani. Berani bersikap dan bilang, tidak ingin lagi bau kentut mencemari negeri. Rakyat harus berani. Pengusaha yang suka memberi upeti harus dibui. Penguasa yang ketahuan kentutnya berbunyi, harus ditangkap, diadili, dijebloskan ke bui, dan bila perlu dihukum mati.
Sekaranglah saat yang tepat rakyat menabuh genderang perang. Perang melawan korupsi, karena korupsi itu bau kentut. Say no to corruption! Bilang tidak untuk bau kentut!
Oleh: Wardjito Soeharso
Korupsi itu bau kentut. Ibaratnya, di suatu ruangan berkumpul para penguasa, tercium bau kentut. Mereka tahu, ruangan bau kentut, tapi karena mereka juga tahu, yang kentut mereka sendiri, ya dengan senang hati, bau kentut itu mereka nikmati. Begitulah, karena lebih banyak yang kentut, ruangan selalu berbau kentut. Bau kentut sudah menempel di seluruh bagian ruangan. Dinding, lantai, atap, pintu, jendela, meja, kursi, bahkan tubuh mereka pun sudah meruapkan bau kentut, karena bau kentut sudah menyatu dengan keringat di tubuh.
Dan karena semua sudah bau kentut, hidung mereka menjadi tidak sensitif alias kebal terhadap bau kentut. Bau kentut sudah bukan bau di dalam hidung mereka. Bagi mereka, kentut bukan lagi aib. Toh, tiap hari mereka kentut bersama, dan bersama pula menikmati baunya. Memang ada satu-dua yang tidak ikut-ikutan kentut, tapi karena ruangan sudah begitu bau, walau pun bau itu belum sampai menyatu dengan keringat, bau itu ikut menempel di baju. Alhasil, ke mana pun mereka pergi, selama masih memakai baju itu, bau kentut itu tercium juga, sehingga tetap saja dicurigai penguasa yang suka kentut.
Sementara itu, rakyat yang berada di luar ruangan, tahu belaka kalau ruangan itu menyebarkan bau kentut. Ketika para penguasa keluar ruangan dan berkumpul dengan rakyat, aroma kentut dengan jelas tercium oleh hidung rakyat. Cuma, rakyat tidak punya bukti untuk menuding penguasa mana yang sudah kentut. Bagaimana rakyat bisa menuding kalau ketika kentut pantat mereka tidak berbunyi? Itulah masalahnya! Mereka selalu kentut dengan diam-diam. Jadi, di antara mereka sudah ada semacam kesepakatan: boleh kentut kapan saja, tetapi kentut itu tidak boleh berbunyi. Kalau yang mendengar bunyi kentut kawan-kawan sendiri sesama penguasa, mereka bisa saling memaklumi. Lha, kalau yang mendengar bunyi kentut itu rakyat? Bisa runyam akhirnya. Rakyat jadi punya bukti otentik dan obyektif, siapa yang benar-benar sudah kentut, dan yang ketahuan bunyi kentutnya akan dituding beramai-ramai. Dihujat, dimaki, bahkan minta diadili hingga masuk bui.
Begitulah yang terjadi. Para penguasa tidak takut kentut selama pantatnya tidak berbunyi. Rakyat boleh tahu mereka kentut, tapi tidak boleh tahu siapa yang benar-benar kentut. Bunyi kentut sangat dihindari karena bisa menjadi bukti.
***
Hari-hari ini, bau kentut itu menyengat sekali. Rakyat sudah merasa muak dan mual dengan bau kentut. Rakyat marah melihat para penguasa yang masih saja tidak mengakui bau kentutnya sudah mencemari seluruh negeri. Ketika rakyat menuding, mereka malah ganti saling tuding-tudingan di antara mereka sendiri.
“Saya tidak kentut, dia, dia, dia, dan dia, yang kentut,” sambil tangannya tuding kanan, kiri, depan, dan belakang. Jadilah mereka sekarang tuding-tudingan, saling tuduh sebagai biang kentut. Mereka tidak sadar, ketika bicara pun, mulut mereka ternyata juga sudah meruapkan bau kentut, tidak kalah busuknya dengan bau yang keluar dari lubang kentut. Kalau sudah seperti itu, apa lagi bedanya lubang mulut dengan lubang kentut?
Dan rakyat dibuat lebih tergagap-gagap, ketika ada penguasa yang sudah ketahuan bunyi kentutnya. Ternyata, kecurigaan rakyat kalau penguasa suka kentut bersama, sekarang terbukti. Petinggi polisi, jaksa, hakim, pengacara, petugas pajak, bersama pengusaha sudah lama membentuk kelompok paduan suara ”kentut busuk” yang sering disebut mafia. Penguasa kok bergaul dengan pengusaha, yang jelas berbeda paradigma. Pengusaha adalah pengusaha. Dia selalu saja mencari untung, tidak peduli orang lain buntung. Dia juga tidak peduli, bila upeti yang diberikan membuat penguasa khianat kepada rakyat.
Sekarang rakyat tahu, ada hubungan apa antara penguasa dan pengusaha. Ternyata memang ada kolusi di antara mereka. Sudah sekian lama pengusaha mencekoki penguasa dengan upeti! Pantas saja, di mana ada penguasa, di situ ada pengusaha. Ibarat dua sisi mata uang, penguasa dan pengusaha menyatu dalam keping yang sama.
***
Maka, ketika rakyat menggugat agar penguasa tidak kentut lagi, mereka bingung sendiri. Walau badan bau kentut, mulut bau kentut, baju bau kentut, rumah bau kentut, hidung sendiri tidak pernah mencium bau kentut. Bau kentut sudah menjadi bagian dari dirinya, bagian dari hidupnya. Walau rakyat teriak mereka bau kentut, mereka tidak peduli. Di hidung mereka, bau kentut sudah berubah menjadi parfum wangi.
Kalau sudah begini, masihkah ada solusi? Tentu ada! Rakyat harus berani. Berani bersikap dan bilang, tidak ingin lagi bau kentut mencemari negeri. Rakyat harus berani. Pengusaha yang suka memberi upeti harus dibui. Penguasa yang ketahuan kentutnya berbunyi, harus ditangkap, diadili, dijebloskan ke bui, dan bila perlu dihukum mati.
Sekaranglah saat yang tepat rakyat menabuh genderang perang. Perang melawan korupsi, karena korupsi itu bau kentut. Say no to corruption! Bilang tidak untuk bau kentut!